Bagai Rambut Dibelah Tujuh

Bagai Rambut Dibelah Tujuh

 

Semasa kecil, tahun 70-an, saya sering mendengar cerita tentang kehidupan setelah mati dan manusia dihidupkan kembali untuk ditimbang antara amal kebaikan dan keburukan selama hidup di dunia.

Dalam cerita dikisahkan, untuk menguji amalnya tersebut manusia harus melewati satu jalan sampai di surga, dimana di kanan-kirinya ada jurang neraka yang apinya lebih panas dari tujuh kali api dunia.

Jalan tersebut dikiaskan, bagai rambut dibelah tujuh, jadi sangat kecil dan tipis sekali. Hanya ada dua pilihan, lolos melewati jalan tersebut kemudian masuk surga, atau gagal dan terjatuh dalam siksa neraka.

Saya belum menemukan rujukan tentang kisah itu, tapi dalam qur'an diceritakan bahwa setelah meninggal manusia akan dibangkitkan lagi di padang makhsyar, kemudian manusia dikumpulkan menjadi beberapa golongan sesuai dengan amal masing-masing.

Ahli ibadah dikumpulkan dengan ahli ibadah, begitu juga dengan ahli maksiat akan dikumpulkan dengan ahli maksiat, kemudian orang yang sholeh akan menerima catatan hidupnya dengan tangan kanan dihiasi muka cerah berseri, sedang orang-orang yang kalah itu akan menerimanya dengan muka tertunduk diliputi kehinaan.

Maka, menurut saya shiratal mustaqim adalah jalan lurus yang harusnya kita perjuangkan untuk bisa menepatinya disini, sekarang ini, di bumi Allah yang kita cintai ini.

Sebagaimana yang digoreskan Nabi Saw., tatkala bersama para sahabatnya, beliau menggaris di atas tanah garis yang lurus dan menggariskan garis-garis lain di kanan dan kirinya. Kemudian Rasulullah menunjuk garis lurus tersebut seraya berkata: “Ini adalah jalan Allah”. Kemudian menunjuk garis-garis yang bercabang di kanan dan di kirinya dengan mengatakan: ”Ini adalah jalan-jalan sesat, di setiap ujung jalan-jalan ini terdapat setan yang menyeru kepadanya”. Lalu beliau membaca “Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan jangan kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya.” (QS. Al An’am : 153).

Sehingga ketika kita bisikkan do’a sedikitnya 17 kali sehari “ihdinas shirathal mustaqim” (tunjukkan kepada kami jalan yang lurus) sesungguhnya kita sedang meminta ditegakkan untuk menetapi jalan kebenaran. Mengetahui sesuatu yang benar sebagai kebenaran membutuhkan kehati-hatian, tapi sesungguhnya lebih berat lagi adalah melaksanakan dan terus tegak diatas kebenaran tersebut. Sungguh kerja keras menetapi kebenaran tersebut terasa lebih menantang dimasa korupsi demikian merajalela dan kerusakan moral seolah-olah akan menguasa.

Hari-hari ini kita sedang menjalankan ibadah di bulan Ramadhan dan tepat tanggal 17 Agustus pula 66 tahun yang lalu negeri ini memproklamasikan diri untuk berani berdiri datas kaki sendiri. Meskipun tak dapat dipungkiri ada sebagian dari kita ada yang malu atas perilaku sebagian dari anak bangsa sehingga seolah-olah menjadi bangsa yang korup, negeri para teroris, dan tidak ada jaminan hukum maupun politik, negeri yang nyaris akan gagal. Akan tetapi, kita dilahirkan disini di negeri dengan populasi muslim terbesar di dunia ini dan Allah Maha bertujuan terhadap semua ciptaan pastilah keberadaan kita sebagai muslim disini bagian dari skenario besar itu, yaitu untuk menjadi asset yang berharga, menjadi solusi dari masalah dan menjadi rahmat bagi bangsa ini.

Semua tanggung jawab keumatan yang besar itu langkah pertama yang kita ayunkan adalah memulai dari diri kita sendiri, kita sendiri harus mampu bertanggung jawab untuk tetap di jalan yang lurus, mampu fokus pada hal-hal yang baik dan benar, menghindari hal-hal yang makruh, tak berguna apalagi yang membawa celaka. Lalu, kita ajak istri dan anak kita, teman-teman sekantor di TAMZIS, buatlah lingkungan yang mengoptimalkan potensi positif dan meminimalkan potensi negatif, saya sangat yakin kesadaran semacam ini akan menular dan tiba-tiba saja bekerja menjadi begitu menyenangkan karena para anggota benar-benar akan menjadi keluarga besar kita.

Akhirnya, di penghujung Ramadhan ini saya atas nama keluarga besar TAMZIS mengucapkan Dirgahayu Republik Indonesia ke 66 dan Selamat Idul Fitri 1432 H. Taqobbalallahu minna wa minkum.

Tak lupa pula betapapun para orang tua dalam cerita diatas menggambarkan berat dan sulitnya berjalan pada shiratal mustaqim laksana berjalan diatas titian rambut dibelah tujuh, ijinkanlah saya mendo’akan diri saya sendiri dan seluruh pembaca Tamaddun agar dapat mendengar, melaksanakan dan menetapi jalan yang lurus yaitu jalan yang ditetapkan Allah lewat lisan dan laku RasulNya, amien. []