Milestone Dakwah

Milestone Dakwah

 

Membaca tulisan ustadz Abdurrahman Muhammad pimpinan umum Hidayatullah, hati saya tergetar. Larut perasaan membayangkan indahnya hidup dalam bimbingan pemimpin besar umat manusia itu tatkala dalam suatu peristiwa Nabiullah Muhammad Saw., sekitar dua bulan menjelang akhir hayatnya memimpin sendiri perang untuk menumpas pemberontakan suku Hawazin .

Pertempuran yang dikenal pula dengan perang Hunain itu sendiri dipicu oleh ketidak senangan suku Hawazin dan para sekutunya dari suku Tsaqif yang tidak senang melihat kemenangan Rasulullah dan umatnya atas kota Mekah. Pada peristiwa tersebut pasukan Muslim tengah beristirahat dan mendirikan tenda di suatu tempat yang sekarang disebut sebagai Ji'ranah (salah satu tempat miqat haji).

Sebagaimana kebiasaan Nabi yang sangat dekat dengan seluruh sahabatnya, maka disela-sela istirahat tersebut berlangsunglah dialog antara Nabi dengan para sahabatnya. Dialog bernas yang menurut Ustadz Abdurrahman, dapat kita gunakan sebagai alat untuk berkaca, membuat tolok ukur keberhasilan suatu usaha dakwah, dan bagi kita tentulah menjadi relevan pula jika diaplikasikan sebagai kerangka penilai, terutama bagi perjalanan TAMZIS dari sisi dakwahnya demikian pula para anggota dan seluruh pengurus serta manajemen yang menjadi pegiatnya.

Sangat menarik tatkala Rasulullah menetapkan sebagai ukuran tonggak atau milestone dakwah, bukanlah penaklukan Makkah (Fathul Makkah) yang tercatat sebagai penaklukan paling dramatis atas supremasi suatu bangsa Quraisy yang sebelumnya merupakan penguasa jazirah. Kemenangan tersebut tanpa setetes darah tertumpah, sangat total, elegan sekaligus memberi pelajaran ahklak hubungan antar manusia yang anggun, indah dan menggetarkan karena diakhiri dengan pengampunan dan berserah diri dalam Islam. Rasulullah juga tidak menetapkan milestone dakwahnya berupa banyaknya harta rampasan perang, atau ukuran-ukuran fisik lainnya, akan tetapi Beliau menetapkan tolok ukurnya dalam 3 pertanyaan lugas yang menggugah jiwa.

Pertanyaan pertama, "Alastum dlalaalan fahadkumullahubihi?" bukankah engkau dahulunya tersesat, maka Allah telah memberimu petunjuk? Pertanyaan ini menunjukkan kita bahwa tolok ukur utama keberhasilan dakwah adalah seberapa jauh langkah yang telah kita lakukan mampu memanggil masyarakat kepada jalan Islam (syariah Islamiah) atau seberapa banyak tindakan yang kita lakukan mampu memberi petunjuk yang jelas sehingga masyarakat beroleh kepastian akan tujuan yang jelas dalam hidupnya dan pedoman untuk melaksanakannya.

Bagi TAMZIS, pernyataan Rasulullah ini harusnya melahirkan kebutuhan untuk membuat parameter keberhasilan dari sisi syariah. Bahwa peningkatan kinerja kita harusnya berbanding lurus dengan bertambahnya keterikatan terhadap Islam yang tercermin dalam perilaku harian dan ketaatan pada transaksi syariahnya. Akan tetapi jika kita pandang lebih tajam. Sayangnya, sosialisasi syariah pada anggota sangat terasa masih kurang. Bahkan dari sisi para karyawan sendiri pemahaman mengenai akad-akad atau lebih jauh lagi pengetahuan mengenai rukun dan syarat dari akad, dirasakan masih kurang. Secara umum dengan menggunakan parameter utama dakwah dimuka, meskipun telah sangat banyak kemajuan, dan tidak kurang pula yang telah dilakukan selama hampir 20 tahun ini, akan tetapi masih sangat jauh dari memuaskan apalagi menyatakan diri telah berhasil.

Pertanyaan kedua "A-antum mutafarriqiina fa-allafakuullahu bihi?" Bukankah kau dahulunya berpecah belah kemudian dengan Islam Allah satukan kalian? Pertanyaan kedua Rasulullah inipun sangat menarik, karena menetapkan kelembutan hati untuk bersatu menjadi parameter keberhasilan berikutnya. Relevansinya bagi kita sangatlah jelas bahwa apakah jalan syariah Islam yang kita lalui ini, atau secara khusus jalan didalam Ekonomi Islam ini telah membawa anggota, karyawan, manajemen dan pengurus TAMZIS menjadi suatu bangunan yang kokoh dan menguatkan? Apakah TAMZIS telah bersama BMT yang lain saling menjalin aliansi strategis dan menciptakan sinergi? Dan demikian pula terhadap lembaga keuangan syariah lain dan bank? Sangatlah disyukuri secara internal kekompakan sangat terasa. Seluruh stake holder bukan hanya bekerja secara bersama, tapi mampu bekerjasama menciptakan sinergi. Dan di Perhimpunan BMT Indonesia dan Asosiasi daerah maupun wilayah TAMZIS berperan sangat aktif. Hal demikian ini tentulah wajib kita syukuri dan kita perluas lagi lingkup perannya dimasa yang akan datang.

Pertanyaan ketiga dan yang terakhir. Rasul bersabda “Wa kuntum aalatan fa-aghnaakumulluhu bihi?” Dan kamu semua dahulunya miskin lalu Allah menyejahterakan dan memakmurkan dengan syariah yang aku bawa? tolok ukur ketiga adalah apakah keberadaan TAMZIS telah menjadikan anggota, karyawan, manajemen dan pengurusnya menjadi lebih sejahtera? Secara fisik memang telah nampak terjadinya peningkatan tersebut, akan tetapi akan lebih baik jika dimasa yang akan datang kita perlu untuk mengadakan penelitian guna mengukur tingkat keberhasilannya. Tentu bagi kita dinyatakan gagal tapi jelas ukurannya akan lebih baik dibandingnkan dinyatakan berhasil, akan tetapi kerangka pengukurannya tidak jelas. Sebab dengan kejelasan ukuran tadi kita bisa melakukan upaya untuk memperbaiki diri.

Mengungkapkan kembali pesan Rasulullah tersebut tentunya dengan suatu maksud agar kita dapat melakukan muhasabah, melakukan evaluasi terhadap yang telah kita lakukan, sekaligus memperjelas tolok ukur pencapaian bagi kita terutama karena kita telah mencapai penghujung 2011 dan segera akan membuat rencana kerja 2012 yang insyaAllah sangat menantang. []