LEARNING

LEARNING

 

Mengawali tahun 2015, TAMZIS telah membuat TAMZIS Corporate Cuture atau budaya perusahaan, yang terangkum dalam akronim LIFE. Yakni Learning, Integrity, Friendliness dan Endurance. Hal ini insya Allah akan saya sajikan dalam rubrik serambi majalah Tamaddun secara berurutan.

Kita mulai dari Learning, yang maknanya belajar atau pembelajaran sepanjang hayat. Kita harapkan, pengelola TAMZIS menjadi pribadi-pribadi pembelajar. Kenapa? Karena kita tahu, ayat pertama kali diturunkan oleh Allah adalah Iqro’. Dan ayat terakhir yang diturunkan Allah adalah Al-Maidah ayat 3 yang berbunyi: Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu dan telah Kucukupkan nikmatKu kepadamu, dan Aku ridha Islam menjadi agamamu”.

Setelah itu Nabi bersabda “Ku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya”. Dan di akhir hayat nanti, kita akan menerima satu kitab. Maka betapa kuatnya makna pembelajaran dalam Al-Qur’an. Pribadi-pribadi awal muslim pun merupakan pribadi-pribadi pembelajar yang tangguh. Hebat luar biasa.

Konon, pedang Dhu Al Faqqar atau Zulfikar yang merupakan hadiah dari Nabi Muhammad Saw., untuk Ali bin Abi Thalib terbuat dari titanium. Jadi tidak mungkin dibuat oleh pande besi biasa. Tetapi pande besi yang memiliki kemampuan tanur tinggi. Dan teknologi tanur tinggi bukanlah teknologi yang sembarangan. Nyala apinya itu sampai biru. Sama dengan membakar bata itu pembakaran biasa. Tapi pembakaran keramik itu memakai teknologi tanur tinggi. Jadi teknologi yang bisa membuat titanium jadi pedang bukanlah teknologi yang sembarangan.

Kalau kita lihat kholifah setelah Abu Bakar yakni Kholifah Umar. Disitulah negara modern diletakkan. Negara menarik tentara secara rotasi, negara mempunyai pegawai tetap seperti PNS itu ada pada zaman Umar. Awalnya pegawai hanyalah relawan. Pada zaman Umarlah pegawai itu digaji. Hal itu mensyaratkan sistem administrasi yang modern di zaman Umar.

Maka alangkah naif, kalau kita tidak mau menjadi pribadi pembelajar. Belajar bahasa Inggris saja, gak mau, katanya bahasanya orang kafir dan gak perlu belajar itu. Sedangkan sahabat nabi yang bernama Zaid bin Tsabit, pada waktu itu masih muda umur 13-an tahun membawa pedang minta untuk ikut berperang. “Ya Rosul izinkan aku berperang.. Ya Rosul izinkan aku berperang”. Tetapi oleh Rosul, Zaid diminta untuk belajar bahasa Yahudi. Kenapa? Karena nanti ketika saya membuat perjanjian dengan orang Yahudi, pastilah menggunakan bahasa Yahudi. Makanya aku, kata nabi harus mengerti isi perjanjian tersebut biar tidak dibohongi oleh mereka.

Berapa lama kemudian, Zaid bisa baca-tulis bahasa Yahudi. Kemudian oleh Rosul, Zaid diminta untuk belajar bahasa Romawi. Melihat hal tersebut, tradisi pembelajar itu sudah melekat dalam diri seorang Islam. Mungkin Anda tidak tahu, bahwa metodologi keilmuan seperti asumsi, abtraksi, hipotesa, analisis dan kesimpulan itu metodologi dari Islam. Yang awalnya diajarkan oleh Universitas Andalusia. Itu tradisi pembelajar. Yang dilakukan oleh kaum salaf hingga modern sekarang.

Betapa banyak perusahaan besar-besar, kemudian terjungkal (bangkrut) karena tidak mau belajar. Tidak mau memperbaiki diri. Saat ini antara pembelajaran dan kemampuan beradaptasi adalah sesuatu yang sangat penting. Betapa perusahaan yang kemarin begitu hebat, misalnya saja, Ericson. Sekarang gak ada anak-anak muda yang kenal Ericson. Apa itu? Padahal dulu, mengaku anak muda, tapi tidak memiliki HP Ericson itu tidak gaul. Sekarang hilang.

Demikian seterusnya. Persaingan semakin tinggi, cepat dan dinamis dalam bisnis. Makanya perusahaan harus menjadi pribadi-pribadi pembelajar. Dengan menjadi pembelajar tadi akan mempunyai kemampuan adaptasi. Adaptasi itu dipentingkan. Misalnya saja, binatang yang besar-besar seperti dinosaurus, protosaurus dan sebagainya hilang semuanya, tapi kecoak dan capung itu hewan purba dan bisa bertahan. Kenapa? Karena mampu beradaptasi.

Jadi kemampuan adaptasi lahir karena kemampuan menjadi pembelajar. Oleh karenanya, kita minta selalu belajar, beradaptasi dan merespon situasi itulah yang harus dipunyai oleh insan-insan TAMZIS. Alhamdulillah, perusahaan kita telah menggunakan IT (Teknologi Informasi) sejak awal. Tahun 1994, kita telah menggunakan IT yang telah terintegrasi. 1995, sudah memakai LAN (Local Area Networking). Untuk zaman itu sudah sangat bagus sekali. Sekarang juga begitu, IT terus kita kembangkan. Alhamdulillah sudah bisa real time online seluruh cabang-cabang TAMZIS.

Nah, mengapa TAMZIS begitu berani membuat IT yang begitu maju? Karena saat itu perbankan mejanya banyak, lebih dari dua. Karena harus mengikuti alur pembukuan harian dan jurnal itu sendiri-sendiri. Saya bilang, TAMZIS harus lebih ringkes (simple) karena ada teknologi di dalamnya. Kemudian menjadi satu PC komputer yang mampu mengatasi 2-3 meja dan menjadi lebih gampang, cepat dan efisien.

Sekarang, kantor kita tidak hanya stay (menetap), tapi kantor TAMZIS kita bawa kepada anggota. Dengan menggunakan teknologi HP mobile TAMZIS sudah bisa membawa kantor kepada anggota. Itulah kemampuan TAMZIS untuk beradaptasi.

Makanya saya minta kepada karyawan TAMZIS untuk mengalokasikan waktu, biaya dan uang untuk belajar. Setiap bulan harus menyisihkan biaya untuk diri sendiri, anak dan istri untuk membeli buku. Ikut pelatihan-pelatihan. Ikut pengajian-pengajian. Sehingga dapat asupan-asupan pembelajaran yang tinggi. Jangan hanya mengikuti gosip atau sering disebut jama’ah Al-ghosibiyah yang tidak ada manfaatnya.    

Kenapa? Karena menjadi pribadi pembelajarlah yang memungkinkan kita untuk melompat. Dan itu pula yang mampu membuat kita setidak-tidaknya bertahan. Betapa banyak orang yang mendapatkan pencerahan, yang dihasilkan dari mendapatkan informasi, cara pandang yang baru dari pergaulan ataupun dari buku-buku. Jangan sampai kita itu, dalam bahasa Jawa mengguguk nguto waton (diam dan tidak mau bekembang). Tetap disitu dan tidak mengerti apapun yang terjadi di sekitarnya. Sebagaimana dalam film Spongebob, yakni petrik. Hidupnya habis dan tidak ada inovasi.

Saya ingatkan untuk kita bahwa setiap diri, marilah kita alokasikan waktu untuk belajar. Alhamdulillah di TAMZIS telah ada kajian yang bersifat harian, mingguan dan bulanan. Dan saya minta juga untuk masing-masing kantor TAMZIS agar bisa menyisihkan sebagian untuk membeli buku dan koran. Agar cakrawala menjadi lebih luas. Dan itu akan memperkaya kita semua. Begitu juga kepada pribadi-pribadi agar mampu meluangkan waktu dan menyiapkan biaya. Untuk menjadi pribadi pembelajar. []