Perencanaan Keuangan Mikro Syariah Bagi BMT dan UMKM Sesuai Syariah

Perencanaan Keuangan Mikro Syariah Bagi BMT dan UMKM Sesuai Syariah

 

Bagi seorang muslim, setiap aktifitas harus memiliki hubungan antara urusan duniawi dan ukhrowi. Sebab seorang muslim meyakini bahwa Islam is a way of life. Islam adalah agama yang kaffah yang mengatur semua aspek kehidupan, besar dan kecil, pribadi dan sosial, spiritual dan material.

Begitu pula terkait dengan ekonomi (muamalat), secara spesifik mengenai perencanaan keuangan syariah. Hal ini didasarkan sebagaimana firman Allah surat Al Isra ayat 26-27, “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaithan dan syaithan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”. Diperkuat dengan surat Al Furqon ayat 67, ”Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian”.

Secara definitif, Abu Yusuf mendefinisikan bahwa perencanaan keuangan syariah adalah proses penentuan tujuan keuangan dan prioritas keuangan, juga mempertimbangkan sumberdaya yang dimiliki, profil risiko dan gaya hidup saat ini. Agar rencana dibuat secara realistis dan seimbang untuk mencapai sasaran tersebut (goal). Rencana inilah yang digunakan sebagai panduan dan memetakan suatu tindakan, distribusi kekayaan terkait Zakat, Infaq, Sedekah.

Memang, bagi kalangan lembaga keuangan mikro, perencana keuangan syariah masih terasa asing ditelingah kita. Tetapi bagi pegiat lembaga keuangan secara umum adalah sebuah kemestian untuk tahu dan memanfaatkan ilmu perencanaan keuangan. Bukan tanpa sebab, tapi agar bisa menentukan sikap, strategi dan sekmen (pasar market) yang akan diambil menjadi satu kebijakan dalam mengembangkan lembaga keuangan.

Apalagi dalam kondisi ekonomi Indonesia yang lagi krisis seperti saat ini. Rupiah melemah. Daya beli masyarakat menurun secara drastis. Peran ilmu perencanaan keuangan menjadi sangat urgen agar lagi-lagi tidak keliru dalam menentukan kebijakan.

Ilmu perencanaan keuangan, mulai tahun 1990-an masuk Indonesia, profesi ini lebih banyak digunakan dalam industri perbankan dan asuransi. Baru ketika Indonesia mengalami krisis moneter tahun 1997, banyak orang yang mulai tertarik mempelajari ilmu ini.

Dalam perkembangannya, tak hanya lembaga keuangan, home industry, UMKM dan koperasipun sudah menggunakan perencanaan keuangan dan ini menjadi satu bagian yang tak terpisahkan.

Seiring dengan keluarnya fatwa MUI tentang Bunga Bank adalah Riba dan disosialisasikannya DSN (Dewan Syariah Nasional) yang mengatur tentang Perbankan Syariah, Asuransi Syariah, Pasar Modal Syariah dan lainnya. Maka ilmu perencanaan keuangan pun mengalami transformasi dari perencaan keuangan biasa (sering juga disebut perencanaan konvensional) menjadi perencanaan keuangan Islami.

Secara garis besar, perencanaan keuangan konvensional (conventional financial planning) melihat dari aspek tujuan utama dari perencanaan keuangan kita, untuk mencapai tujuan-tujuan investasi (goals), baik berupa sekolah anak, membeli aset, pensiun, pajak serta pembagian harta waris. Kecenderungannya menitikberatkan pada aspek duniawi saja.

Sementara di Islamic financial planning meletakkan akhirat sebagai tujuan, yang Insya Allah dengan akhirat di hati, maka duniapun akan berada di genggaman kita. Ibaratnya tidak cukup hanya halal saja, tetapi juga toyyib. Dari Islamic financial planning ini, diharapkan hidup pun semakin berkah, karena dunia hanya bersifat sementara, kampung akhiratlah yang bersifat kekal.

Dalam dataran konseptual, perencanaan keuangan Islami mengatur pandangan Islam tentang harta, pandangan manusia mengenai harta, sarana-sarana Islam memperoleh rezeki, sarana-sarana manusia meraih rezeki dan sebagainya, itu artinya dari mana kita mendapatkan harta, cara kita membelanjakan harta tersebut hingga pertanggungjawaban kita menggunakan harta tersebut di akhirat kelak.

Teknisnya, perencanaan keuangan Islami membahas pendapatan secara Islami, pengeluaran secara Islami, manajemen hutang, perlindungan (manajemen resiko) secara Islami, menabung, investasi, zakat, sedekah, amal dan wakaf, yang kesemuanya itu tak lain bagian dari muamalah.

Dalam istilah ringkas sering disebut MRS DC, yaitu; Pertama, Management of Wealth (arus kas dan neraca). Kedua, Risk and Insurance of Wealth (takaful dan ta’awun terhadap keuangan keluarga, kesehatan, harta benda dan dana darurat). Ketiga, Saving and Investment of Wealth (rumah, kendaraan, dana pendidikan anak, dana pensiun, dana umroh, haji dan sebagainya). Keempat, Distribution of Wealth (warisan, wasiat, hibah). Kelima, Cleansing of Wealth (zakat, infaq, sedekah, waqaf).  

Sedangkan alur perencanaan keuangan syariah memiliki tujuan utama (higher objectives) memberlakukan segala sesuatu sesuai dengan ketentuan syariah (agama). Baik bagi BMT, pelaku usaha UMKM dan keluarga anggota BMT bagaimana mengelola pendapatan (income), mengatur belanja keperluan (needs), merencanakan impian (dreams/ wants), mengatur surplus atau defisit, serta mempersiapkan dana emergensi.

Secara sederhana, kelima komponen manajemen keuangan keluarga harus mampu memenuhi lima aspek umum yang ada dalam Maqasid Syariah; yaitu harus mampu melindungi: a). Agama-keyakinan yang dianut, b). Nyawa atau kehidupan di dunia, c). Anak keturunan, d). Perangkat intelektual dan ilmu yang dikuasai, dan e). Harta benda yang dimiliki.

Dan Setiap pendapatan yang kita miliki harus dikelola sesuai prioritas, baik itu primer (secara umum bisa diartikan sebagai dharuriyyat), sekunder (hajiyyat) maupun tersier (tahsiniyyat). [red]