BMT dan UMKM; Cerdas Merencana, Bisnis Jadi Semakin Terarah

BMT dan UMKM; Cerdas Merencana, Bisnis Jadi Semakin Terarah

 

BMT (Baitul Maal wat Tamwil)  merupakan lembaga keuangan mikro yang memberikan jasa keuangan seperti tabungan, kredit mikro untuk memenuhi kebutuhan modal usaha mikro. Zakat infaq wakaf untuk menghimpun dan membuat program penyalurannya (pentasyarufan), serta pendampingan untuk membuat program pendampingan usaha mikro.

Saat ini masyarakat Indonesia yang menggunakan layanan BMT mencapai 3,5 Juta orang dari 18 juta orang total masyarakat yang menggunakan layanan lembaga keuangan mikro (berdasarkan data World Bank).

Kita harus menyadari bahwa ada bedanya BMT dengan Bank syariah, Bank syariah bukan sekedar bank tetapi bank syariah adalah bank yang memberikan layanan jasa keuangan berbasis syariah sehingga dalam pelaksanaannya terdapat nilai syariah. Sedangkan BMT basis awalnya bukan lembaga keuangan, tetapi lembaga dakwah yang bergerak di bidang ekonomi. Jadi, tujuan utama BMT bukan menyalurkan kredit, tetapi edukasi perencanaan keuangan.

Saat ini pengembangan BMT berada pada tahap profesional. BMT sedang memanfaatkan kemajuan IT sehingga diharapakan cost pengelolaan lebih rendah. Contoh pemanfaatan IT ini anatara lain rencana penggunaan ATM, PBMT Rowasia (sistem server IT bersama), dan portal BMT (pelayanan jasa belanja online).

Memodernisasi Pengelolaan Keuangan

Tidak bisa tidak, BMT harus melakukan percepatan dalam pelayanan anggota, agar naik kelas, mulai dari sisi aset, omset dan keuntungannya, pengelolaan keuangan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) haruslah termodernisasi dari aspek dasarnya.

Dengan begitu, akan ada perbaikan secara manajemen, perencanaan bisnis akan mudah dilakukan, laporan keuangannya akan tercatat  rapi, kinerjanya membaik dan bankable serta pelayanan akan bisa dikembangakan secara luas.

Nanang B Suryanto, Head of Microfinance and Empowerment Mien R Uno Foundation (MRUF) mengatakan BMT dan LKM perlu adakan pelatihan dasar terkait dengan Pelatihan untuk Pelatih Pendidikan Pengelolaan Keuangan (ToT Financial Literacy). Sehingga bisa melakukan pendampingan dan edukasi kepada jutaan pelaku usaha mikro.

Ketua Pengurus BMT Mitra Sadaya, Andri Safari, mengatakan bahwa akan mengajarkan kepada para pelaku usaha mikro cara mengatur keuangan keluarga. Termasuk di dalamnya adalah mengidentifikasi sumber pendapatan, menetapkan tujuan keuangan dan menyusun anggaran. Para pelaku usaha mikro diharapkan terbiasa mencatat dalam format yang sudah disediakan. Dengan terbiasa mencatat dan memahami keuangan keluarga nantinya para pelaku usaha mikro dapat mengatur keuangan usahanya.

Kepala Eksekutif Pusat Perbankan dan Ekonomi Syariah (CIBE) Alhuda, Muhammad Zubair Mughal mengatakan kemiskinan telah meningkat di negara-negara Muslim dengan cepat. Salah satu sebabnya, adanya sistem bunga dalam kegiatan keuangan menjadi salah satu penyebab fenomena itu.

Fakta-fakta saat ini seperti kegagalan sistem keuangan global, membuktikan bahwa sektor keuangan membutuhkan sistem alternatif dan bijaksana. Dan keuangan mikro syariah mampu meningkatkan inklusi keuangan (financial inclusion) global. 

Ketidakpastian iklim ekonomi global dan meningkatnya kemiskinan membuat setiap negara hendaknya membangun kembali ekonomi kerakyatan, termasuk di Indonesia. Pengamat Ekonomi Syariah, Agustianto mengatakan salah satu cara membangun ekonomi kerakyatan adalah melalui pengembangan BMT. BMT dinilai mampu memberdayakan masyarakat kalangan bawah, khususnya UMKM.

Perencanaan Keuangan Bagi UKM

Terkait dengan pemberdayaan UMKM, BMT harus mulai mengenalkan sistem yang mampu meningkatkan manajemen UMKM sendiri, yakni dengan modernisasi pengelolaan keuangan dengan perencanaan keuangan syariah.

Perencanaan keuangan merupakan upaya untuk mendisiplinkan Pelaku Usaha dalam mengelola Keuangan Pribadi atau Keuangan perusahaan. Harus ada pemisahan antara Keuangan untuk kebutuhan hidup sehari-hari dengan keuangan untuk usaha, meskipun usaha tersebut dijalankan di rumah.

Mengapa hal tersebut penting, Betapa kita sering mendengar, ada UKM melakukan pembiayaan pada Lembaga Keuangan yang katanya untuk mengembangkan usaha, kenyataannya di lapangan digunakan untuk kebutuhan hidup sehari-hari, sehingga ketika uang tersebut habis usahapun tidak jalan alias bangkrut.

Ada contoh pedagang pasar, Setiap pemasukan dan pengeluaran, tidak pernah dicatatnya, hanya diingat-ingat di kepala dan uang yang masuk disimpan di laci atau “managemen by laci”.

Membayar tagihan listrik ambil uang dari laci, belanja rumah tangga ambil uang dari laci. Anaknya ingin jajan ambil uang di laci. Giliran untuk kulakan, uang yang tersdia tidak cukup, akhirnya kelabakan dan cari pinjaman. Sebenarnya, menjadi pedagang itu pastilah untung, tetapi karena tidak pernah dicatat dan pengambilan uangnya sembarangan bukannya untung yang didapat, melainkan rugi. Kalau kejadian tersebut berulang-ulang, bulan demi bulan, maka dipastikan usaha tersebut tidak akan berkembang bahkan akan mengalami kebangkrutan.

Model Perencanaan Keuangan Syariah

Dalam buku Sakinah Finance, model pengelolaan keuangan keluarga, lembaga ataupun usaha harus memiliki alur yang jelas; Pertama, Pendapatan Keluarga (Managing Income). Kedua, Kebutuhan Keluarga (Managing Needs). Ketiga, Impian Keluarga (Managing Dreams), Keempat, Surplus dan Defisit (Managing Surplus/ Deficit), dan kelima, Ketidakpastian (Managing Contingencies).

Berikut penjelasan alur perencanaan keuangan berbasis syariah, Pertama, Managing Income adalah Pengelolaan pendapatan merupakan bagian terpenting dalam perencanaan keuangan, karena tanpa pendapatan dari sumber yang bersih, maka perencanaan keuangan sebagus apapun akan sia-sia. Makanya harus mencari pendapatan yang halal dan baik.

Kedua, Managing Needs. Kebutuhan (needs) adalah apa saja yang tanpa barang tersebut kita akan menderita atau kebutuhan primer, seperti makanan, pakaian dan tempat tinggal. Hal ini terkait bagaimana mengelola kebutuhan akan mengupas secara lengkap aspek pengeluaran wajib yang harus diperhatikan, di samping bagaimana keluarga harus menyusun prioritas belanja untuk bisa menenuhi semua aspek maqasid syariah.

Ketiga, Managing Dreams/ Wants. Kita mampu secara tegas memisahkan antara kebutuhan (needs) dan keinginan (wants). Keinginan atau dreams merupakan hal-hal yang kita inginkan untuk melengkapi kehidupan, memberi kenyamanan atau memperindah lingkungan sekitar kita. Atau kebutuhan pada dimensi tersier (tertiary/ tahsiniyyat). Kita harus memperhatikan adalah rambu-rambu isyraf (berlebihan) dan mubazir, serta tidak melalaikan kita dari tugas utama sebagai hamba Allah.

Keempat, Managing Surplus/ Deficit. Dalam pengelolaan keuangan, apakah lembaga, usaha, rumah tangga atau level kenegaraan, yang menjadi indikator kesuksesan adalah hasil akhir (bottom line), baik berupa laba atau neraca yang surplus atau berimbang. Rugi atau defisit merupakan kondisi yang tidak diinginkan. Bagaimana neraca keuangan bisa surplus, atau minimal berimbang, sehingga lembaga dan pengusaha akan mampu berfungsi dengan baik, memenuhi semua kewajiban keuangan dan mencapai impiannya.

Kelima, Managing Contingency. Adalah yang akan digunakan untuk Dana emergency dan perlindungan asuransi. Hal ini penting untuk melindungi lembaga, usaha ataupun keluarga dalam mengantisipasi persiapan menghadapi situasi darurat seperti sakit, terkena dampak bencana, dan seterusnya.

Pola Pencatatan

Menurut para perencanaan pada umumnya, secara garis besar, pencatatan keuangan harus dilakukan sebagaimana beriku; Pertama, setiap pendapatan dan pengeluaran dicatat secara rutin. Mulai tanggal 1 hingga akhir bulan tanggal 30 misalnya. Kedua, mencatat semua pengeluaran uang, baik untuk pembelian barang taupun untuk biaya sehari-hari. Ketiga, untuk menghitung profit, semua hasil penjualan harian dalam satu bulan, kemudian dikurangi dengan jumlah pembelian pada bulan tersebut.

Keempat, sedang keuntungan kasar. Kalau defisit, keuntungan kemungkinan ada dalam stok yang masih ada. Untuk mengetahuinya dikira-kira saja berapa jumlahnya, itulah keuntungannya. Kelima, Dikurangi dengan biaya transportasi, pulsa, biaya listrik, biaya keamanan dan kebersihan, sewa warung (walau dibuat di rumah, dibuat seolah-olah ada biaya sewa supaya keuntungan nampak realitis), dan biaya terkait dengan operasional warung lainnya.

Keenam, Jumlah akhir adalah keuntungan bersih. Ketujuh, bila penjualan bisa dikelompokkan sesuai dengan jenis barangnya, akan lebih bagus supaya bisa diketahui berapa keuntungan setiap kelompok barang-barang tersebut. Bisa juga dengan sistem pukul rata, misalnya kira-kira 10% dari setiap uang yang masuk setiap harinya adalah margin keuntungan penjualan (keuntungan kasar).

Kedelapan, Mohon diingat agar kebutuhan pribadi keluarga harus dicatat jika diambil dari hasil penjualan sehingga dapat diketahui apakah ini penyebab defisit bisnis.

Goal Perencanaan Keuangan

Setelah bicara secara teknis perencana keuangan, ada baiknya kita membuat tujuan (goal) akhir dari semua perencana keuangan, khususnya yang berbasis syariah. Baik untuk lembaga maupun utuk UMKM. Setidaknya ada 5 hal penting yaitu:

Pertama, Merencanakan masa depan. Bagaimana setiap lembaga atau usaha harus memiliki semacam visi dan misi agar mengetahui arah dan tujuan yang akan dicapai dan bagaimana mewujudkannya. Dari 10 rencana, biasanya hanya 5 yang bisa tercapai. Dari 5 rencana masa depan tersebut, biasanya ada skala prioritas, di mana 3 yang bisa dilaksanakan secara sempurna. Misalnya saja, haji ataupun umrah itu bisa direncanakan secara benar.

Kedua, Mengontrol kondisi keuangan. Ibarat tubuh untuk mengetahui apakah sehat atau tidak harus dilakukan apa yang disebut Medical Check Up.  Dengan begitu, kondisi keuangan lembaga, usaha maupun keluarga terlihat jelas, apakah sehat atau sakit. Sakitpun bisa diketahui apa sebabnya dan bagaimana menanggulanginya. Cek kondisi keuangan ini sebagai media untuk mengontrol kondisi keuangan kita hari ini dan esok hari.

Ketiga, Meningkatkan kualitas hidup. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi “ bila hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka kita termasuk orang beruntung. Juga sebaliknya. Bila hidup hari ini lebih buruk dari kemarin berarti kita termasuk orang yang merugi”. Artinya, dengan perencanaan keuangan kita bisa memperlakukan hidup kita sebaik mungkin. Baik secara quality time maupun quantity time.

Keempat, Mengurangi ketidakpastian masa depan finansial. Kita harus memahammi sejauhmana ketidakpastian keuangan pada suatu lembaga dan usaha serta keluarga itu sendiri. Entah itu dengan dana darurat, dana operasional, asuransi dan keterampilan lain yang mampu menutupi ketidak pastian yang sudah kita identifikasikan.

Kelima, Merdeka keuangan. Merdeka dalam artian terbebas dari kendala keuangan. Karena disaat produktif telah secara produktif, bekerja keras, bekerja cerdas dan bekerja ikhlas.  Bicara ikhlas dalam arti bekerja tanpa terbebani target kehidupan dan target keuangannya. Bekerja pun bukan karena terpaksa bekerja, tetapi karena hobi dan aktualisasi diri. [zbr]