BMT-BMT Siap Hadapi MEA

BMT-BMT Siap Hadapi MEA

 

Dalam KTT ASEAN di Myanmar November kemarin, Indonesia menjadi perhatian dunia khususnya ASEAN. Presiden Joko Widodo mengatakan siap menopang terbentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Mengingat Indonesia merupakan bagian penting dalam mata rantai produksi, bukan saja di tingkat regional, tetapi juga secara global.

Pemerintah Indonesia terbuka untuk berbisnis bagi negara mana pun. Dengan syarat, negara lain tetap menjunjung tinggi prinsip timbal balik, saling menghormati, dan menguntungkan. Menurut Joko Widodo, ada tiga hal utama upaya mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yakni, pembangunan infrastruktur, peningkatan investasi, dan peningkatan perdagangan intra ASEAN yang harus diprioritaskan.

Salah satu faktornya adalah Indonesia sebagai negara yang jumlah penduduknya terbesar dengan jumlah penduduk di atas 240 juta jiwa. Dan Indonesia dinilai dunia sebagai pasar yang menjanjikan bagi produk negara ASEAN.

Jumlah penduduk yang besar memang menjadi nilai tambah di mata sejumlah investor. Dengan jumlah penduduk yang besar tidak ada pilihan lain bagi Indonesia untuk bersaing agar pasar yang menggiurkan ini tidak menjadi ladang mencari keuntungan produk dari negara lain.

Kita tahu, dalam blue print MEA 2015 akan dibuka 12 sektor pasar bebas, yang terdiri atas 5 sektor jasa dan 7 sektor perdagangan/industri. Kelima sektor jasa tersebut adalah transportasi udara, e-ASEAN, pelayanan kesehatan, turisme dan jasa logistik. Sedangkan 7 sektor perdagangan/industri terdiri atas produk berbasis pertanian, elektronik, perikanan, produk berbasis karet, tekstil, otomotif, dan produk berbasis kayu.

Dari 12 sektor tersebut, ada 8 bidang ketenagakerjaan unggul mencakup insinyur, perawat, arsitek, tenaga survei, tenaga pariwisata, praktisi medis, dokter gigi dan akuntan. Kedelapan bidang tersebut sudah mencapai mutual recognition agreement (MRA), yakni sertifikasi kompetensi kerja yang paling diakui di sesama negara ASEAN.

UMKM Jadi Faktor Utama

Deputi Kelembagaan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), Setyo Haryanto mengatakan saat ini usaha UMKM yang belum berbentuk PT (Perseroan Terbatas) masih sangat banyak, bahkan mencapai 99% dari 58,5 juta usaha UMKM di Indonesia. (kontan, 07 Agustus 2014)

Keterbatasan modal untuk mendirikan PT menjadi faktor utama banyaknya UMKM yang belum berbentuk perseroan. Alhasil, sejauh ini banyak pelaku UMKM yang bergabung dengan koperasi agar usahanya bisa berkembang.

Dengan bergabung pada unit koperasi, pelaku UMKM ini bisa memperoleh akses pinjaman usaha lewat koperasi simpan pinjam. UMKM tersebut tak bisa dengan mudah mengakses kredit usaha mikro dari perbankan karena tak berbadan hukum perseroan.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jakarta, Sarman Simanjorang menilai kelonggaran syarat mendirikan perseroan ini menjadi kabar baik bagi banyak masyarakat yang selama ini ingin mempunyai perusahaan berbadan hukum PT, namun tak terlaksana karena terhalang syarat modal dasar.

Bukan hanya itu, Sarman juga bilang kelonggaran syarat ini bisa menjadi katalis yang positif bagi daya saing pengusaha Indonesia menjelang berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. 

Meskipun demikian, dia berharap kelonggaran syarat pendirian PT ini juga diiringi oleh keringanan lainnya. Salah satunya, keringanan biaya dalam mengurus segala perizinan yang diperlukan untuk mendirikan dan menjalankan usaha.

Selain keringanan biaya, Sarman juga meminta pemerintah juga bisa memberikan fasilitas keringanan pajak kepada pengusaha pemula dalam waktu satu atau dua tahun sejak memulai usaha. “Bebaskan pajak supaya pengusaha pemula ini antusias menekuni usahanya. Selama ini jumlah pengusaha nasional yang baru memiliki legalitas hukum masih di bawah 1% dan masih bisa ditingkatkan lagi melalui kebijakan yang pro terhadap dunia usaha,” kata Sarman.

Peran Lembaga Keuangan Syariah

Bicara UMKM, Riyanto, Direktur Utama Bank Syariah Bukopin (BSB) mengatakan, ada dua langkah untuk menghadapi era pasar bebas MEA 2015 yaitu meningkatkan daya saing dan permodalan. Daya saing dalam artian membidik dan meningkatkan pembiayaan untuk usaha mikro kecil menengah (UMKM)  sekaligus memperluas aksesnya. (Republika, 01 Oktober 2014).

Alasan lain, UMKM ikut menentukan ukuran untuk melakukan pembiayaan. Selain memang wirausahawan UMKM masih sangat besar. Tercatat ada 90 persen lebih dari total pengusaha Indonesia. Dari 5 trilyun yang tersedia untuk pembiayaan, selama Januari 2014 hingga Juni tahun 2014 baru menyalurkan pembiayaan sebesar Rp 3,6 triliun.

Subenni, Corporate Communication Panin Bank Syariah (PBS) mengatakan, pihaknya mempunyai strategi bisnis yang berbeda untuk menguasai MEA. Salah satunya dengan menyasar pembiayaan untuk UMKM dan pendanaan ibadah haji-umrah. Pihaknya menyatakan bahwa pembiayaan untuk UMKM selama 2014 hingga 10 September 2014 sebesar Rp 1,6 triliun.

Joelarso, Ketua Umum Perhimpunan BMT Indonesia dalam silaturrahmi nasional di Batam menjelaskan, pemberlakuan standarisasi pada BMT tidak lain adalah sesuai dengan haluan BMT 2020 dan tuntutan lembaga keuangan yang harus profesional. Meski begitu, standarisasi di perhimpunan bukan berarti penyeragaman. Kerena masing-masing BMT memiliki karakter, khususnya dari sisi produk yang ditawarkan. Keluwesan itu yang menjadikan BMT hidup.  

Pendiri Karim Consulting Indonesia, Adiwarman Karim juga mengatakan, standardisasi yang diberlakukan kepada anggota Perhimpunan BMT Indonesia termaktub dalam Islamic Microfinance Standard (IMS) sebagai upaya membuat ukuran yang sama sehingga semua orang yang akan pergi ke BMT merasakan yang sama.

Adiwarman menyebut standardisasi BMT dilakukan terhadap tiga aspek utama, yaitu Standar Operasional Prosedur (SOP), Sumber Daya Manusia (SDM) hingga laporan keuangan. Dari sisi SOP, pelayanan yang diberikan oleh BMT harus memenuhi kualifikasi yang ditetapkan.  

Kemudian untuk SDM, perlu sertifikasi sehingga pelanggan dilayani oleh SDM dengan kemampuan dan kompetensi yang telah tersertifikasi. Terakhir dari segi laporan keuangan, haruslah teraudit (audited).  

BMT Siap Bersaing di MEA

Dalam seminar nasional “Blueprint Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Syariah Menghadapi MEA 2015” yang diselenggarakan oleh Sidogiri Network Forum (SNF) BMT Maslahah Sidogiri, Rabu (5/11/2014). Dr. Muhammad Syafii Antonio, M.Ec menegaskan Untuk memenangkan persaingan era pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, salah satu yang harus dilakukan BMT adalah memantaskan diri untuk menjadi pemenang. Bila tidak, maka dalam era persaingan pasar bebas tersebut, produk, jasa dan sumber daya manusia Indonesia dikhawatirkan akan kalah bersaing dengan negara-negara ASEAN.

Untuk memenangkan persaingan ASEAN 2015, menurut Muhammad Syafii Antonio, Ketua Sekolah Tinggi Ekonomi  Islam (STEI) TAZKIA, ada beberapa stategi yang harus dilakukan untuk memantaskan diri menjadi pemenang adalah melakukan inovasi produk, harga produk yang kompetitif, pengemasan produk yang menarik perhatian dan pengiriman barang yang dapat menjamin keselamatan serta dilindungi oleh asuransi.

Syafii yakin, umat Islam bisa memenangkan persaingan global karena dalam Al-Quran surah Al-Jumu’ah ayat 9 sampai 11 telah memberikan motivasi bagi umat Islam untuk bersaing secara global. Ayat tersebut menyebutkan, “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”. [zbr]