Mainstreaming Islamic Microfinance

Mainstreaming Islamic Microfinance

 

Berkaitan dengan istilah Mainstreaming Islamic Microfinance, istilah itu sendiri kami definisikan sebagai suatu upaya yang sungguh-sungguh dan terencana untuk menjadikan keuangan mikro berbasis syariah sebagai arus utama dalam perekonomian di Indonesia. Kaitannya dengan pokok pikiran tersebut, ingatan saya tentang kejadian puluhan tahun yang lalu waktu kecil, tergambar kembali dalam benak saya. Sebenarnya kejadiannya itu sendiri biasa saja, tapi ada sesuatu yang unik. Ketika itu beberapa orang sedang makan di warung, dan asyik menikmati makanan yang nota bene haram hukumnya seperti "dideh/ saren" yang dibuat dari darah. Namun, di tengah nikmatnya makan terdapat seorang mengucapkan kata-kata yang mengejutkan ketika bersendawa karena kekenyangan, ia mengucap "Alhamdulillah".

Cerita ini merupakan potret jamannya dimana masyarakat kita yang didominasi muslim dan memiliki keterikatan emosional yang kuat dengan Islam, hal ini terbukti mereka marah jika dibilang tidak Islam, atau jika simbol-simbol Islam diganggu, akan tetapi pengetahuan, pemahaman dan implementasinya sangat rendah. Selain itu, masyarakat yang pola hidupnya belum syariah juga masih banyak, di satu sisi kemiskinan kuat dan perjudian atau togel waktu itu demikian merajelala.

Alhamdulillah, hari ini kita melihat suatu yang mungkin dahulu merupakan mimpi. Kerudung telah diterima sebagai pakaian sehari-hari, pengamalan Islam makin meluas, sehingga Islam menjadi tak hanya hidup dalam kata-kata dalam mimbar atau ceramah tapi Islam makin dalam dipraktekkan oleh masyarakat. Dipeluk tak hanya sebatas pengakuan KTP tetapi menjadi keyakinan dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Berkaitan dengan Islamic Microfinance marilah kita berkenalan dengan istilah tersebut lebih dahulu. Microfinance adalah suatu upaya untuk memberikan pelayanan jasa keuangan dengan menyasar segmen masyarakat mikro sebagai obyek pelayanan. Sebenarnyalah dilihat dari sisi keuangan, lembaga ini sama saja dengan perbankan atau keuangan lain hanya saja sasaran pembiayaannya kepada masyarakat mikro. Dalam operasionalnya sebagian pakar membedakannya lagi kedalam dua pemikiran besar yaitu micro credit dan microfinance. Micro credit merupakan usaha pembiayaan untuk masyarakat miskin. Sedang microfinance tidak sekedar pembiayaan namun juga semua kegiatan jasa keuangan yang berkaitan dengan segmen masyarakat mikro, sehingga mengajak orang menabung, mengatur keuangan, bahkan hal-hal yang berkaitan dengan mengurangi resiko sebagaimana asuransi adalah bagian dari microfinance.

Saya melihat apa yang dilakukan oleh TAMZIS dan juga BMT-BMT secara umum lebih dekat dengan microfinance, dan karena dalam operasionalnya tunduk pada ketentuan syariah sebagaimana telah difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN MUI) maka kemudian kita mengidentifikasi dan menyebut diri sebagai Islamic Microfinance.

Berkaitan dengan mainstreaming, dulu Islam pernah berkuasa selama 7 abad lamanya. Selama itu pula hukum-hukum Islam telah hidup dipakai, baik dalam struktural pemerintahan, pidana maupun perdata. Pola perdagangan yang kuyup dengan siraman Islam bertebaran di dunia tak terkecuali di nusantara tercinta ini. Di bumi nusantara kita di dalamnya juga pernah berjaya kerajaan-kerajaan Islam. Oleh karena itu, tak heranlah jika pola-pola syariah mempengaruhi kehidupan masyarakat kita. Kita bisa lihat jejak-jejaknya dalam kontrak-kontrak perdagangan atau akad. Beberapa pola yang ada di masyarakat, misalnya pola gaduh, pola maro dan sebagainya yang selama ini hidup di masyarakat adalah bukti takterbantahkan dari telah hidupnya sistem Islam.

Jika kita selama ini membangun pemikiran yang seolah-olah harus dihadap-hadapkan dan berasumsi bahwa Islam merupakan lawan dari sistem konvensional. Dengan cara pandang ini kita membangun asumsi bahwa seolah-olah Islam itu belum pernah ada di nusantara, atau bahkan seolah menegasikan atau menghilangkan semua pencapaian para ulama yang telah berupaya ratusan tahun mengislamkan bumi nusantara. Maka, kami memilih berfikiran, bahwa Islam telah tumbuh di Bumi Nusantara ini sehingga penting bagi kami untuk menjadikan modal pola-pola syariah yang telah ada pada masyarakat kita, mencuci hingga bersih jika ada noda, atau mengekstraknya sehingga nilai Islamnya muncul atau kita tinggal mengarahkan kembali pada Islamnya. Tentu ada pula pola yang tidak sesuai, terhadap yang tidak dapat dikerangkakan dengan bingkai syariah ini tentu kita tetap katakan tidak sesuai dengan syariah. Akan tetapi cara pandang ini menurut kami lebih efisien dengan ongkos sosial yang lebih rendah pula.

Lalu timbul pertanyaan, apakah nabi tidak mencontohkan? Nabi dalam langkahnya tidak semua bersifat mengharamkan yang lama dan menggantinya dengan yang baru. Ada bagian-bagian yang tidak sesuai dengan Islam maka diganti dengan yang baru, tapi selebihnya yang baik tetap dipertahankan. Misalnya saja Darun Nadwah tetap dihidupkan, akad-akad yang masih bisa disesuaikan dengan syariah misalnya akad salam tinggal didefinisikan ulang, mana yang sesuai syariah dan nama yang sama dengan pola islami itu yang dipakai.

Ke depan, kita berfikiran mainstreaming itu adalah menjadikan Islam sebagai arus utama dalam berekonomi syariah di Indonesia. Maka kita berharap dalam tahun-tahun ke depan Islamic Microfinance akan menjadi sesuatu yang hidup di masyarakat, sesuatu yang menjiwai kepribadian hidup masyarakat. Dan kita berharap dengan demikian tujuan dakwah yang kita harapkan bersama yaitu kesejahteraan bagi umat bisa terjadi, dan semoga TAMZIS juga ikut pro aktif di dalamnya. Amien, wallahua'lam bissowab. []