Besar Tak selalu Direbutkan

Besar Tak selalu Direbutkan

 

Dalam sejarah peradaban manusia kita selalu mendengar bahwa yang diperebutkan adalah sesuatu yang besar, banyak, indah dan enak. Ambil contoh saja uang, siapa yang tidak ingin uang  yang banyak. Hal tersebut menunjukkan umat manusia sangat menyukai sesuatu yang lebih dari manusia yang lain. Betapa sengsaranya manusia yang tidak bisa bersaing. sikap umat  yang senang hidup berlebih dan serba mewah atau wah. Lalu, bagaimana dengan umat yang selalu hidup dalam kekurangan, seadanya  dan apa adanya.

Bukankah hidup didunia ini harus ada keseimbangan, keharmonisan dan kestabilan antara satu dengan yang lain sehingga hidup menjadi bahagia, indah dan sama-sama menikmati. Bayangkan saja, seandainya kita ditakdirkan menjadi orang kaya dan kemana-mana membawa mobil ber merk BMW, suatu saat kita lapar dan mampirlah ke restoran yang lumayan top didaerah tertentu, hidangan sudah siap, tinggal menyantap, eh..., ada dua tiga orang sedang merintih kelaparan mendekat sambil berucap “pak, bu kasihanilah kami, sudah seharian saya dan anak saya belum makan. Kasihanilah kami....!!!”  enakkah makanan yang dihidangkan dihadapan kita? Mesti kita lapar. Dan juga bayangkan sebaliknya, ketika satu sama lain manusia didunia ini saling berbagi dan saling memberi kebutuhan menjadi merata. Mungkinkah peristiwa direstoran tadi terjadi?

Ternyata sesuatu yang lebih yang diberikan kepada kita, disadari atau tidak, terdapat hak orang lain dan kewajiban yang harus diberikan kepada orang lain agar kita bisa menikmati yang banyak dan lebih tadi tanpa terganggu.

Memang, dalam memberi hak dan kewajibannya, banyak orang berpikir bagaimana semua orang sadar dan memberikan hak serta kewajiban  kepada orang lain. Saya mengutip perkataan pak Muh (Muhammad Zuhri) guru ngaji dari Sekarjalak mengatakan bahwa makanan fisik adalah nafsu, makanan akal adalah pengetahuan  dan makanan hati adalah amal soleh. Artinya ketika kita melihat orang yang tidak tahu, bukankah kita punya kewajiban memberi tahu sebatas pengetahuan kita, apabila ada orang haus atau lapar, kewajiban kitalah yang harus kita memberi minum dan makan dan ketika ada orang yang kekurangan, tugas kitalah yang harus menutup kekurangan tersebut hingga menjadi sempurna. “Itu sebenarnya amal soleh” katanya.

Kecil diperebutkan

Diatas membahas bahwa sesuatu yang besar, banyak dan indah pasti diperebutkan.  Ternyata tidak selalu berlaku. Dalam dunia bisnis, berbeda, akhir-akhir ini banyak lembaga atau institusi yang sengaja membuka usaha untuk merebutkan hal-hal yang kecil atau istilah umumnya adalah usaha mikro. Hal itu sah-sah saja.  Dulu, orang tidak  mau usaha mengambil usaha yang kecil, dengan alasan terlalu rumit, banyak biaya yang harus dikeluarkan dan butuh tenaga banyak.

Hebatnya manusia itu mau belajar dari pengalaman. Disaat krisis ekonomi melanda beberapa tahun yang lalu, perusahaan dan industri besar dan banyak lagi usaha yang dulu menjadi favorit, dibanggakan dan menguntungkan  runtuh diterpa krisis. Habis!. Lama untuk bangkit kembali. Tapi siapa sangka, yang kecil atau mikro ini tegap dan berjalan seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Pengamat lalu bicara, mengapa yang kecil dan dahulu tidak dapat perhatian dari siapapun menjadi andalan dan kuat. pertama, karena yang kecil itu berbisnis berbasis kepada barang yang nyata. Kedua, diproduksi sesuai dengan kebutuhan. Ketiga, barang yang diproduksi menggunakan bahan yang terdapat dari lokal. Keempat, pengusaha kecil atau mikro sudah mandiri tidak bergantung  kepada usaha yang sangat besar.

Terbukti, kecilpun dapat mengubah pandangan orang dan menjadikan orang berpengalaman. Tak heran jika saat ini, kecil menjadi favorit dan banyak diperhatikan. Yang paling menggembirakan adalah kecil menjadi pandangan dan sistem yang menguntungkan dalam dunia bisnis. Mudah-mudahan kecil atau mikro tetap jaya bersamaan dengan kesejahteraan masyarakat. Amin.