Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA); UMKM Sehat, Daya Saing Kuat

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA); UMKM Sehat, Daya Saing Kuat

 

Menurut laporan World Economic Forum (WEF) melalui The Global Competitiveness Report 2014-2015, daya saing global Indonesia berada di peringkat 34. Naik empat peringkat dari peringkat 38 tahun lalu.

Sebagai forum ekonomi dunia, WEF menilai suatu negara berdasarkan 12 faktor. Antara lain, mulai infrastruktur, pendidikan dan pelatihan, efisiensi pasar tenaga kerja, kesiapan teknologi dan inovasi. Tujuannya adalah untuk menghasilkan gambaran yang bisa diperbandingkan dalam hal daya saing, produktivitas dan kesejahteraan di 144 negara.

Meski mengalami peningkatan daya saing, capaian Indonesia sebetulnya belum sesuai harapan. Bila dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan ASEAN, peringkat Indonesia masih tertinggal dari Singapura (2), Malaysia (20), dan Thailand (31).

Memang sedikit merisaukan mengingat tahun depan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sudah diberlakukan, dan ini menuntut kesiapan Indonesia untuk berkompetisi dengan negara-negara ASEAN lainnya.

Tidak bisa tidak, pemerintah harus melakukan pembangunan sektor-sektor yang lebih produktif yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Misalnya, pendidikan, kesehatan, infrastruktur. Sedang dalam sektor ekonomi, pemerintah harus memberi perhatian lebih pada sektor mikro. Karena sektor mikro inilah yang banyak masyarakat menggantungkan kebutuhan hidup keluarganya. Hampir 90 % lebih.

Definisi Masyarakat Ekonomi ASEAN

Tahun 2015 adalah awal babak baru masyarakat ekonomi ASEAN (MEA). Dan keniscayaan bagi kita untuk mengerti dan memahami secara utuh. Agar kita mampu berdaya saing dan tak hanya jadi penggembira.

Secara definitif, masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC) adalah integrasi (kesalingkaitan) sistem ekonomi perdagangan bebas antar negara-negara Asean yang merupakan kesepakatan antar sembilan negara-negara Asean.

Perlu kita akui bahwa MEA ibarat uang logam dengan dua sisi. Bisa bermakna peluang atau ancaman, berkat atau kutukan. MEA bertujuan untuk menyatukan ekonomi di kawasan Asia Tenggara.

Ada empat pilar utama dalam cetak biru MEA. Pertama, pembentukan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi regional. Kedua, ASEAN sebagai kawasan berdaya saing tinggi. Ketiga, ASEAN sebagai kawasan dengan pembangunan ekonomi merata. Keempat, ASEAN sebagai kawasan terintegrasi dengan ekonomi dunia.

Kelahiran ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi jelas akan membikin kawasan ini lebih dinamis dan berdaya saing. Sebab, MEA menyepakati pembebasan arus barang, jasa, tenaga kerja, investasi, dan modal. Yang tak kalah penting penghapusan tarif perdagangan antar negara ASEAN.

Potensi Indonesia

Bagi Indonesia, MEA bisa jadi merupakan peluang emas untuk semakin maju dan kuat. Hal itu dibuktikan, negara kita memiliki Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar US$ 878 miliar pada 2012. Mengutip data World Bank, kekuatan ekonomi Indonesia berada di peringkat 16 di dunia dan terbesar di antara negara ASEAN. Kontribusi PDB kita mencapai 38,67% dari total PDB negara ASEAN.

Dengan jumlah penduduk lebih dari 240 juta orang, Indonesia menjadi pasar terbesar di ASEAN. Itu makin mengukuhkan negeri ini sebagai perekonomian terbesar di ASEAN. Kalau melihat data tersebut, boleh jadi semua pihak optimistis melihat MEA sebagai berkat bagi Indonesia.

Dalam cetak biru MEA, ada 12 sektor prioritas yang akan diintegrasikan. Sektor tersebut terdiri dari tujuh sektor barang yakni industri agro, elektronik, otomotif, perikanan, industri berbasis karet, industri berbasis kayu, dan tekstil. Sisanya adalah lima sektor jasa yaitu transportasi udara, pelayanan kesehatan, pariwisata, logistik, serta industri teknologi informasi alias e-ASEAN. Sektor-sektor prioritas inilah yang nantinya akan di implementasikan dalam bentuk pembebasan arus barang, jasa, investasi, dan juga tenaga kerja terampil.

UKM Kuat Jadi Andalan

Dalam menyongsong MEA 2015, pemerintah harus membuat persiapan yang matang dan kebijakan melindungi kepentingan masyarakat. Selain itu, Khususnya para pengusaha UKM harus melakukan perubahan cara pandang dalam menyikapi persaingan yang timbul dari MEA 2015.

Persaingan dari luar tidak lagi dianggap sebagai ancaman, namun sebagai peluang untuk memperbaiki diri dan menjadi lebih baik mengingat kunci kemenangan dalam pasar bebas adalah daya saing. Untuk itu pemerintah Indonesia harus mengambil langkah-langkah yang dapat mendorong terjadinya peningkatan daya saing bagi produk barang dan jasa Indonesia.

Antara lain sehubungan dengan jaminan perlindungan bagi Hak Kekayaan Intelektual, memberikan perlindungan konsumen, meningkatkan arus investasi sektor infrastruktur, dan menyempurnakan kebijakan perpajakan.

Di sisi lain, ada empat prioritas utama di ASEAN terkait UKM. Pertama, mempercepat pengembangan UKM; memperkuat daya saing dan dinamika UKM ASEAN dengan memfasilitasi askses terhadap informasi, pasar, sumber daya manusia dan keahlian, keuangan dan teknologi; memperkuat UKM ASEAN untuk membantu masalah-masalah makro ekonomi, kesulitan keuangan maupun tantangan dalam liberalisasi perdagangan; serta meningkatkan kontribusi UKM bagi pertumbuhan ekonomi menyeluruh dan pengembangan ASEAN sebagai kawasan.

Tantangan lain yang juga perlu disiapkan adalah tantangan untuk ekspansi ke mancanegara, seperti masalah bagaimana perusahaan memperoleh pengakuan, akses terhadap kredit, kemudahan membuka rekening internasional dan melakukan transaksi perbankan rutin.

Ditambah lagi, lembaga keuangan, termasuk juga BMT harus selalu memberi dukungan atas kebutuhan pengusaha kecil dan menengah dalam melakukan perdagangan, cash management, valuta asing, investasi, di mana layanan ini biasanya hanya disediakan oleh perusahaan berskala besar. [red]